Bagaimana Pendidikan Kita Di Tengah Covid-19? (Oleh : Jufaldi Nandar Sulu)
Bagaimana Pendidikan Kita Di Tengah Covid-19?
Perkembangan kasus pandemi Covid-19 di Indonesia sejauh ini pada Senin 8 Juni 2020 dilaporkan oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19 (Gugas) bahwa angka kasus positif berjumlah 32.033, dinyatakan sembuh sebanyak 10.904 dan yang meninggal sebanyak 1.883 orang. Angka tersebut memicu rasa pesimis masyarakat di Indonesia akan masa depan, apa lagi menyoal pendidikan.
Pendidikan adalah sebuah pembelajaran pengetahuan keterampilan, dan kebiasaaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan atau penelitian. Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan. Sejatinya, sekolah tidak mesti berbentuk bangunan seperti ruang kelas, kantor dan lain-lain. Sekolah adalah media belajar bersama dan berbagi sesama tentang pengetahuan. Sekolah mestinya disesuaikan dengan kebutuhan setiap orang yang menghendaki untuk menafsirkannya yang selanjutnya diserbagunakan dengan tujuan dan kepentingan masing-masing. Sekolah bukan sebagaimana yang dipahami banyak orang yang berbentuk bangunan mewah, bertingkat dan lain sejenisnya.
Banyak sekolah yang ada di Indonesia saat ini lebih mementingkan kualitas pendidikan dari segi bangunan saja, supaya semua orang tua tertarik pada satu sekolah itu saja dan dapat menyekolahkan anak mereka di sekolah tersebut, karena memiliki segi bangunan yang mewah dan bertingkat. Saat ini, sekolah di Indonesia biayanya sangat mahal dan seolah-olah terjadi kastanisasi seperti sekolah RSBI, regular, sekolah paket dan sebagainya. Apa lagi di masa pandemi Covid-19, banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya namun terkendala dengan biaya dan banyak diantara mereka di phk di karenakan pandemi Covid-19.
Padahal secara esensial sekolah adalah media belajar bersama dan berbagi pengalaman yang kemudian mampu menghidupkan suasana belajar yang dapat menumbuhkan inspirasi-inspirasi untuk mengenali dirinya sebagai manusia, baik sebagai makhluk tuhan, makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Sekolah bukan hanya saja mengenai bangunan yang megah dan lain sejenisnya, namun bagaimana iaselanjutnya bisa memberikan ion-ion positif dan bernilai bagi pembangunan jiwa dan karakter peserta didik yang kuat dan teguh agar karakter peserta didik mudah terbentuk dengan baik.
Sekolah merupakan sebuah medan untuk saling belajar dan membagi pengetahuan yang bisa menimbulkan inspirasi dan bisa membangun imajinasi kreatif agar dapat melangsungkan sebuah kehidupan yang bermakna, yang mampu menyemai nilai-nilai tentang harkat dan martabat manusia. Balajar bukan hanya untuk menguatkan intelektualitas atau kognisi semata,namun juga mengasah kepekaan hati nurani melalui afeksi dan psikomotorik. Kurang lebih dua belas tahun sudah waktu dihabiskan untuk bersekolah di bangku pendidikan dan selama dua belas tahun itu adalah masa yang paling membosankan jika sekedar mengisi waktu hanya dengan duduk, mencatat, mendengarkan guru berceramah di depan kelas dan sesekali bermain. Sekolah memang bisa mencetak seseorang menjadi pejabat, tetapi juga penjahat.
Masihkah pantas sekolah dikatakan sebagai pemeran tunggal yang mencerdaskan dan memanusiakan seseorang?
Pertanyaan sederhana ini dikedepankan kepada mereka yang terutama masih sangat percaya pada keampuhan satulembaga yang bernama sekolah. Dan apakah rambut danseragam sekolah dapat menggangu proses belajar disekolah?Saya rasa rambut sama sekali tidak menggangu jalannya proses belajar mengajar di sekolah. Mengenai seragam sekolah jugatidak mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Secara sederhana, mau berseragam atau tidak itu bukan lah-hal yang sangat menganggu ketika berekolah, mungkin ada satu hal dan kepentingan lain yang ingin diperlihatkan sekolah. Rambut dan seragam bukanlah sebagai alasan utama untuk dipermasalahkan di bangku pendidikan tetapi bagaimana sekolah mampu untuk melahirkan generasi penerus bangsa kedepannya jadi untuk masalah rambut dan seragam bagi saya tidak ada masalah. karena tidak menganggu proses belajar mengajar di kelas.Bukan hanya uang sekolah saja yang mengalami kenaikan,melainkan uang kuliah dan uang semester pun mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sebagian orang tua yang mungkin ingin menguliahkan anaknya di perguruan tinggi harus tertunda dikarenakan uang kuliah dan semester yang terus mengalami kenaikan, sehingga hanya sebagian orang yang bisa di katakan ekonomi menengah keatas yang hanya bisa menyekolahkan anaknya.
Bagaimana kondisi pendidikan tinggi yang ada di Indonesia selama masa pandemi berlangsung?
Pendidikan tinggi di Indonesia yang dimana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam proses tranformasi nilai di lingkungan pendidikan tinggi mendapatkan tantangan baru, yaitu menjalankan proses pendidikan dengan efektif di tengah pandemi. Pandemi yang dirasakan sekarang memaksa seluruh aktivitas ‘dirumahkan’, dengan kata lain, seluruh aktivitas melalui konsep work from home (WFH) via online, baik itu pekerjaan perkantoran, bisnis, pendidikan, dan sebagainya.
Sistem pendidikan online pun tidaklah mudah. Disampingdisiplin pribadi untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas dan sumber daya yang mesti disediakan, ada banyak keluhan dari para orang tua murid dan juga tenaga pendidik yang kesulitan, baik dalam menyediakan perangkat belajar seperti ponsel dan laptop maupun pulsa untuk koneksi internet.
Kata lain, sistem pembelajaran online juga menambahkesenjangan sosial ekonomi yang selama ini terjadi, terutama pada saat pandemi yang dimana pendapatan hampir setiap orang menurun. Kemenaker (20/4) mencatat bahwa sudah lebih 2 juta buruh dan pekerja formal-informal yang sudah dirumahkan atau di PHK. Dengan kondisi seperti ini, banyak orang tua kesulitan menyediakan fasilitas pendidikan yang optimal bagi anak-anak mereka dimasa Covid-19.
Hal ini juga berpotensi dapat membuat angka putus sekolah meningkat. Sejak kebijakan belajar dari rumah diterapkan secara nasional dan muncul indikasi naiknya angka putus sekolahdiberbagai tempat. Mulai dari Papua, Maluku Utara maupun sampai Jakarta. Ini daerah-daerah yang tergolong zona merah dalam penyebaran wabah Covid-19. Dengan begitu, angka putus sekolah di pedesaan juga diperkirakan akan mengalami kenaikan. Karena walaupun di desa tidak terkena dampak wabah Covid-19, tentunya akan berdampak dalam segi perekonomian yang dimana hasil panen didesa memangalami penurunan harga jual. Dalam jangka panjang anak-anak yang tergolong putus sekolah ini memiliki kemungkinan lebih besar untuk menggangur. Ini bukan hanya secara akumulatif akanmenurunkan produktivitas nasioanl, tapi membuat mereka terjebak dalam lingkaran tidak berujung (vicious circle) atau kemiskinan struktural.
Di masa pandemi Covid-19 kita harus tetap semangat mengejar dan mengajar ilmu pengetahuan. Serta hampir tidak ada yang menyangka, bahwa wajah pendidikan akan berubah drastis akibat pandemi Covid-19. Konsep sekolah dirumah tidak pernah menjadi arus utama dalam wacana pendidikan nasional. Meski makin popular, penerapan pembelajaran online (online-learning) dengan kata lain sistem pembelajaran online ini berpotensi juga membuat kesenjangan sosial dan ekonomi yang selama ini terjadi, bahkan semakin melebar selama masa pandemi Covid-19 di sejumlah universitas dan kursus-kursus tambahan (online course). Dengan kebijakan physical distancing untuk memutus rantai penyebaran wabah Covid-19, memaksa perubahan dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi belajar dari rumah, dengan sistem online, dalam skala nasional. Ujian nasional tahun ini punterpaksa ditiadakan guna memutus penyebaran wabah Covid-19.
Dengan kondisi seperti ini, peran pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan seharusnya memperhatikan segala aspek yang ada dalam pendidikan di Indonesia terutama pada masa pandemi seperti ini. Kitapun sebagai pelajar harus tetap mampu untuk terus menyesuaikan diri dengan kondisi untuk terus belajar dimanapun dan kapanpun dengan metode yang lebih kreatif.
Dengan berbagai masalah yang terjadi pada pendidikan hari ini di tengah pandemi, mari bersama-sama untuk lebih mengingatkan pemerintah akan perannya sebagai penanggung jawab.
“SEMUA TEMPAT ADALAH SEKOLAH, SEMUA ORANG ADALAH GURU”
Referensi
Toepatimasang, Roem. 2013. Sekolah itu Candu. Yogyakarta: INSIST Press.
Yamin, Moh. 2012. Sekolah yang Membebaskan. Malang: Intrans Publishing.
Yudhoyono, Agus Harimurti. 2020. Pendidikan Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19, diakses dari https://mediaindonesia.com/read/detail/311137-pendidikan-indonesia-di-tengah-pandemi-covid-19 pada Kamis, 11 Juni 2020, Pukul 19.30 WITA.