Memaknai Kembali Pahlawan Bangsa (Oleh : Yuli Rahayu.H.N)
Memaknai Kembali Pahlawan Bangsa
(Renungan 10 November)
Apa Jadinya Kita Tanpa Mereka?
(Oleh : Yuli Rahayu.H.N)
Presiden Soekarno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah lupa akan jasa para pahlawannya. Maka dari itu, jangan pernah sekalipun melupakan sejarah. Muncul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan tidak melupakan jasa para pahlawan?
Selama ini kita sering memahaminya dalam konteks yang lebih bersifat legal-formal, misalnya dengan merayakan Hari Pahlawan setiap tanggal 10 Nopember. Umumnya, kita sekedar melakukan upacara seremonial, tanpa pemaknaan yang lebih holistik dan mendalam, apalagi menjadikan Hari Pahlawan itu sebagai momentum untuk melakukan perubahan konkret yang lebih signifikan terhadap kondisi masyarakat yang akhir-akhir ini semakin terpuruk dalam banyak bidang kehidupan. Tentu perayaan Hari Pahlawan seperti itu tidak salah. Akan tetapi, sebaiknya tidak sekedar perayaan atau kegiatan seremonial belaka seperti selama ini kita lakukan.
Peringatan Hari Pahlawan tak cukup sekedar memasang bendera satu tiang penuh dan mengikuti upacara kebesaran yang dipersiapkan. Belum lagi biaya besar yang harus dikeluarkan, apalagi jika biaya pelaksanaan peringatan tersebut direkayasa di sana-sini sehingga membengkak luar biasa. Yang terjadi bukan lagi menghargai jasa-jasa pahlawan, melainkan sesungguhnya penghinaan dan bahkan pelecehan terhadap para pahlawan yang diperingati tersebut.
Siapakah pahlawan itu?
Kata pahlawan memang identik dengan perjuangan maupun kemerdekaan. Figurnya yang gagah berani , rela berkorban, dan pantang menyerah patut kita teladani. Rasa cintanya pada tanah air pun tak diragukan lagi. Dengan semangat nasionalisme nya yang terus berkobar, mereka berjuang mati-matian demi membela tanah air tercinta. Maka tak salah jika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa pahlawan adalah orang yang pemberani dalam mengorbankan jiwa dan raga untuk membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.
Coba bayangkan, apa jadinya kita ini tanpa seorang Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Pangeran Diponegoro, Mohammad Yamin, dan lain sebagainya ?
Pengemis ? Gelandangan ?
Kita bahkan bisa lebih buruk dari itu. Kita, akan menjadi seorang yang tak punya apa-apa, seperti nenek moyang kita terdahulu. Harta, kekayaan, kekuasaan, jangankan itu, hak dan kewajiban pun kita tak punya. Kita hanyalah boneka, yang diberi mukjizat nyawa untuk hidup, yang bisa disetir sana-sini secara paksa.
Apakah kalian mengerti ?
Tiga ratus lima puluh tahun. Bukan hanya sekedar bilangan yang tak bernilai apa-apa. Bukan pula waktu yang sebentar untuk menjadi budak para monster yang biasa kita kenal dengan sebutan penjajah. Dipaksa, dicaci maki, bahkan ditindas sekalipun dapat dilakukannya tanpa ampun kepada rakyat Indonesia.
Mereka yang tak pernah rela menyerahkan seluruh harta, tenaga, bahkan nyawa pada genggaman manusia tak berhati nurani itu. Meninggal dalam keadaan tak wajar,seperti mati kelaparan, meninggal dalam keadaan kerja yang dipaksakan seakan menjadi hal biasa kala itu.
Tak ada belajar, tak ada bersenang-senang. Mereka rela melakukannya hanya untuk mewujudkan satu harapan suci. Sebuah kebebasan. Kebebasan diri mereka sendiri dan kebebasan anak cucu mereka di masa depan, yang biasa kita sebut dengan merdeka. Saya tekankan sekali lagi, yang mereka inginkan bukanlah jabatan, kekuasaan, dan harta yang melimpah, tapi hanya sebuah KEMERDEKAAN.
Jadi, masihkah kita mau membuang waktu untuk hal tak berguna?
Mengabaikan waktu 350 tahun yang ditempuh untuk melawan penjajah, atau melupakan berapa banyak liter darah yang tak segan-segan mereka tumpahkan demi kehidupan kita yang jauh lebih baik ini?
Sebagai penutup, saya ingin mengatakan sepatah kata, bahwa :
”Bukanlah sebuah rahasia, bila setiap kita adalah seorang pahlawan. Hanya terkadang kita tidak menyadari akan hal tersebut. Lakukanlah apa yang mau anda kerjakan, berikan yang terbaik dan anda telah menjadi seorang pahlawan.”