Orang Tua Durhaka Pada Anaknya, Mungkinkah?
Hari
Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli setiap tahunnya, pada
tahun ini akan mengangkat tema “Peran Keluarga dalam Perlindungan Anak”. Dalam
keluarga, seorang anak dituntut untuk selalu taat pada setiap perintah orang
tua. Seringkali kita mendengar cerita bahwa kita tidak boleh durhaka kepada
orang tua. Baik dari sisi agama atau pun norma sosial yang telah ada. Tapi
pernahkah kita menelisik dari perspektif yang berbeda? Bahwa orang tua juga bisa
“durhaka” kepada anak-anaknya?
Data
dari WHO menunjukkan bahwa 1 dari 4 orang dewasa, pernah mengalami kekerasan
semasa kecilnya. Sedangkan data dari ChildFund menunjukkan bahwa 6 dari 10
anak-anak di dunia, menjadi punishment subject/ subjek hukuman oleh orang
tuanya dan itu dilakukan secara terus menerus parahnya lagi ketika hal tersebut
telah menjadi “kebudayaan” yang sudah diakui oleh sebagian kalangan di
masyarakat.
Lalu,
Bagaimana dengan situasi di Indonesia? Umumnya, masyakarakat Indonesia ketika
dihadapkan pada masalah antara orang tua dan anak, maka hampir dipastikan, anak
selalu ditempatkan pada posisi yang salah tanpa tahu apa yang sebenarnya
terjadi. Karena sangat tidak menutup kemungkinan orang tua lah yang blunder
dengan anaknya sendiri. Terkadang peran anak untuk memberitahu perilaku orang
tua bahwa ada beberapa tindakan yang termasuk abusive, hal itu cenderung
dikatakan menentang, sehingga akan keluar dalil: Kamu itu anak durhaka!
Kebanyakan
orang tua di Indonesia masih memakai prinsip “orang tua selalu benar”. Bahkan
jika yang mereka lakukan sebenarnya menyakiti perasaan anak, mereka akan
berdalih itu semua demi kebaikan si anak, padahal belum tentu demikian. Sebagai
contoh, kebanyakan orang tua yang memaksakan anaknya untuk kuliah pada jurusan
tertentu, justru seolah ia yang ingin menjalani perkuliahan tersebut tanpa
memberikan pilihan kepada anaknya. Perilaku tersebut akan memberikan dampak
psikis terhadapan anak, misalnya depresi, kemudian mencoba menenangkan diri
dengan penyalahgunaan narkoba dan yang paling buruk bisa sampai kepada resiko
kematian.
Perlu
kita pahami bahwa TIDAK ADA anak yang minta dirinya dilahirkan. Orang tualah
yang menginginkan punya anak. Bahkan ada yang sabar menunggu bertahun-tahun
demi bisa punya anak. Jadi, anak itu sebuah privileges. Amanah dari Allah yang
mestinya dijaga. Bukan malah dibuat celaka. Perlu dipahami juga bahwa kemampuan
anak berbeda-beda. Jangan memaksakan ambisi pribadi orang tua ke anak. Terlebih
jika kita tahu apa yang kita tentukan di luar batas kemampuannya. Ini justru
menjadi tekanan tersendiri buat mereka karena anak bukan property yang dapat
dimanifestasikan sesuai dengan kehendak kita sendiri.
Saya
memahami bahwa tidak ada orang tua yang sempurna. Bahkan kelak ketika sudah
jadi orang tua pun, pasti ada cara kita yang keliru terhadap anak. Saya
berharap kedepannya, egoisme kita tidak terlalu tinggi untuk mengakui kesalahan
dan terus berbenah diri. Disamping itu, sebagai orang tua juga kita harus terus
memberikan pendidikan bagi mereka salah satu yang paling efektif dengan memberi
teladan agar mereka dapat langsung mengikuti perilaku yang dicontohkannya itu
agar anak dapat tumbuh dengan budi pekerti yang baik dan senantiasa memperoleh
kebahagiaan.
Selamat
Hari Anak Nasional!
Karya
: AWS