Essai “Dari Pemuda Untuk Pendidikan” - HIMARA STISIP MUHAMMADIYAH SINJAI
“Dari
Pemuda Untuk Pendidikan”
HIMARA STISIP MUHAMMADIYAH SINJAI
Pemuda
merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan
kader keluarga. Dalam perjalanan bangsa ini, pemuda selalu diidentikkan dengan
perubahan. Sejarah mencatat, kiprah pemuda yang tak kenal waktu dalam berjuang
untuk bangsa Indonesia. Peristiwa 1928 contohnya saat pemuda mengumandangkan sebuah
sumpah yang dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda” ataukan peristiwa 1945 saat
Golongan Muda bertikai dengan Golongan Tua untuk menculik Soekarno dan
mendorong untuk memproklamirkan Kemerdekaan negara kita Indonesia.
Menurut
Taufik Abdullah (1974) sendiri, Pemuda adalah generasi baru dalam sebuah
komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dari
pengertian inilah dapat dikatakan jika pemuda memiliki semangat dalam melakukan
sebuah perubahan maupun mengembangkan ide-ide serta wawasannya berdasarkan
kepada nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Namun,
pemuda saat ini telah mengalami banyak degradasi baik dari segi pergaulan, pola
pikir dan cara menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Tawuran, mengkonsumsi
obat-obatan terlarang, hedonisme, di tambah lagi dengan kebiasaan pemuda di era
milenial ini yang hanya menyibukkan diri dengan media elektronik yang semakin
menjauhkan diri pemuda dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga Jangankan
memikirkan negara, berkumpul untuk memajukan daerahnya saja jarang kita jumpai
saat ini.
Apakah
semua pemuda hari ini seperti itu? Apakah tidak ada lagi pemuda yang ingin
berbaur dengan hiruk pikuk kehidupan masyarakat? Tentunya tidak semua pemuda
seperti itu. Pemuda di Kabupaten Sinjai misalnya membuat sebuah trobosan yang
berguna bagi kepentingan publik. Contohnya saja Sekolah Alam Lappara di Dusun
Bonto, Desa Kompang, Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai yang dibentuk
oleh sekumpulan pemuda yang tergabung dalam Forum Pecinta Alam (FPA) Sinjai sebagai
bentuk keprihatinan dan kepedulian terhadap
kondisi pendidikan hari ini yang tidak merata.
Sekolah
Alam Lappara yang berdiri diatas sebidang tanah dengan luas 12 m2
dibangun oleh pemuda bersama masyarakat berangkat dari kondisi pendidikan yang
sangat memprihatinkan. Tercatat ada sekitar 20 siswa yang menggantungkan
cita-citanya di sekolah tersebut. Jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan
sekolah formal pada umumnya. Akan tetapi jumlah tersebut sudah mencukupi untuk
bangunan sederhana yang beralaskan tanah, berdinding bambu dan segala
keterbatasan sarana dan prasarana.
Tak banyak memang pemuda yang ingin
memperhatikan lingkungan sekitarnya apalagi bersentuhan secara langsung dengan
kondisi sosial masyarakat. Padahal dari dulu hingga kini, pemuda selalu menjadi
bagian yang tak dapat dipisahkan dari unsur-unsur pelaku perubahan dinegeri
ini. Sudah menjadi tanggung jawab pemuda dalam memperjuangkan pembangunan dan
perubahan kearah yang lebih baik.
Dari sinilah kita buktikan bahwa
pemuda memiliki keyakinan akan pengabdian kemanusiaan sebagai persaksian
sejarah. Penegasan bahwa pemuda adalah penyandang predikat pembangun, karena
pemuda tidak hanya berada dalam kapasitas memperkuat wawasan tetapi juga
berperan sebagai pembawa perubahan dalam masyarakat dengan ide-ide yang kreatif
dan inovatifnya guna memberikan sumbangsi yang lebih nyata bagi pembangunan di
daerah.