Buletin Edisi 13 - Sekolah yang Membebaskan (Mengubah Wajah Sekolah)
Buletin Edisi 13 - Klik Disini untuk Download
Menurut Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan dari Saulo Paulo, Brazil mengatakan, ada tiga fase dalam proses pendidikan peserta didik, yakni dari pendidikan magis, naïf, dan kritis.
Kesadaran magis merupakan pendidikan yang menggambarkan bagaimana Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya sendiri, Kesadaraa naïf adalah Kesadaran di dalam diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bisa menganalisa persoalan-persoalan sosial yang berkaitan dengan unsur-unsur yang mendukung suatu problem sosial, sedangkan Kesadaran Kritis adalah jenis paling ideal di antara jenis kesadaran sebelumnya. Kesadaran kritis bersifat analitis sekaligus praksis, Seseorang itu mampu memahami persoalan sosial mulai dari pemetaan masalah, identifikasi serta mampu menentukan unsur-unsur yang mempengaruhinya, Disamping itu ia mampu menawarkan solusi-solusi alternatif dari suatu problem sosial.
Ironisnya, seperti gagasan besar yang dilontarkan sang filsuf tersebut ternyata masih hanya sebatas teori, sebab penyelenggara pendidikan di negeri ini, termasuk pihak sekolah belum mampu melaksanakan nila-nilai pendidikan tersebut.
Bangunan keberpikiran peserta didik yang seharusnya didorong agar bisa melahirkan gagasan dan pemikiran besar ke depannya sudah mengalami pembunuhan karakter di sekolah.Tempat belajar sudah menjadi ladang untuk membunuh karakter peserta didik yang sedang mencari jati dirinya sebagao manusia yang bermartabat dan berdaulat atas dirinya.
Sekolah sudah menunjukan sikap yang tidak menghormati dan menjunjung nilai-nilai kebebasan sekaligus kemerdekaan dalam berpendapat.Mengutip pendapat Driyakarya, pendidikan memiliki tujuan guna memanusiakan manusia muda, yang disebut homonisasi dan humanisasi. Baca Selengkapnya >>
Sekolah yang Membebaskan (Mengubah Wajah Sekolah)
Departemen Kajian
Kesadaran magis merupakan pendidikan yang menggambarkan bagaimana Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya sendiri, Kesadaraa naïf adalah Kesadaran di dalam diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bisa menganalisa persoalan-persoalan sosial yang berkaitan dengan unsur-unsur yang mendukung suatu problem sosial, sedangkan Kesadaran Kritis adalah jenis paling ideal di antara jenis kesadaran sebelumnya. Kesadaran kritis bersifat analitis sekaligus praksis, Seseorang itu mampu memahami persoalan sosial mulai dari pemetaan masalah, identifikasi serta mampu menentukan unsur-unsur yang mempengaruhinya, Disamping itu ia mampu menawarkan solusi-solusi alternatif dari suatu problem sosial.
Ironisnya, seperti gagasan besar yang dilontarkan sang filsuf tersebut ternyata masih hanya sebatas teori, sebab penyelenggara pendidikan di negeri ini, termasuk pihak sekolah belum mampu melaksanakan nila-nilai pendidikan tersebut.
Bangunan keberpikiran peserta didik yang seharusnya didorong agar bisa melahirkan gagasan dan pemikiran besar ke depannya sudah mengalami pembunuhan karakter di sekolah.Tempat belajar sudah menjadi ladang untuk membunuh karakter peserta didik yang sedang mencari jati dirinya sebagao manusia yang bermartabat dan berdaulat atas dirinya.
Sekolah sudah menunjukan sikap yang tidak menghormati dan menjunjung nilai-nilai kebebasan sekaligus kemerdekaan dalam berpendapat.Mengutip pendapat Driyakarya, pendidikan memiliki tujuan guna memanusiakan manusia muda, yang disebut homonisasi dan humanisasi. Baca Selengkapnya >>