Suara Koridor - Problematika Penerapan UU ITE di Indonesia
Suara Koridor Humanis Fisip Unhas |
Assalamualaikum wr wb
Salam biru langit,
Suara Koridor yang dilaksanakan oleh Departemen Kajian
HUMANIS FISIP UNHAS yang mengangkat tema “problematika
penerapan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)”.
Tema tersebut
diangkat karena penerapan UU ITE di Indonesia sedang hangat-hangatnya menjadi
perbincangan di masyarakat.
Sebagai keynote speaker yang
dihadirkan pada kesempatan kali ini adalah kanda Abdul Kkalik Aliansi Jurnalistik Independent (AJI) Makassar. Pembicara pertama mengawali dengan
pengantar mengenai UU ITE dengan memperkenalkan bahwa UU ITE terdapat dalam
pasal 11 mengenai Informasi dan transaksi elektronik.
Pemaparan mengenai UU ITE
yang sebenarnya tidak dapat dijustifikasi memiliki dampak negatif, tapi juga
sebenarmya memiliki dampak positif yaitu memberikan batasan agar tidak terjadi
penyelewengan kebebasan tidak bertanggung jawab.
UU ITE ini sebenarnya masih
dipertanyakan apa tujuannya karena sebelumnya mengenai pencemaran nama baik
sudah diatur dalam KUHP dalam pasal 3. Dalam konteks UU ITE juga masalah
membahas soal itu.
UU ITE sebelumnya pada tahun 2018 menyinggung salah satu
kasus yaitu “Kasus Prita Mulya Sari yang ditahan karena memberikan kritik
terhadap pelayanan rumah sakit”.
Kanda Abdul Khalik juga mengatakan bahwa ini
merupakan sesuatu yang dimanfaatkan oleh beberapa oknum yang mempunyai
kepentingan tertentu yang sebenarnya kasus ini adalah hal yang sepele. Kasus
kedua yaitu “Kasus Yusniar yang mengkritiki mengenai sengketa lahan” yang pada
saat itu tidak menyebutkan nama pribadi, hingga akhirnya ditahan.
Suasana Suara Koridor Humanis Fisip Unhas |
Pembicara
menganggap bahwa UU ITE saat ini dipergunakan untuk kepentingan politik dimana
terjadi distabilitas publik, lapor melapor yang dilakukan dengan mudahnya. Untuk
melindungi hak publik sebenarnya dapat dilakukan dengan menambah literasi
mengenai jurnalistik publik, bukan dengan mengeluarkan aturan yang mudah
disalah gunakan.
Apalagi saat ini telah terjadi beberapa komentar di sosial
media dengan bahasa yang tidak sewajarnya. Pembicara mengatakan “yang berbahaya
adalah ketika UU ITE digunakan untuk kepentingan kelompok” Abdul Khalik. UU ITE
mencederai hak-hak pribadi karena pelaporan yang belum terbukti kebenarannya,
menjadi sesuatu yang serius.
Kita sama-sama saksikan beberapa kejanggalan
dengan sistem hukum di Indonesia yang hadirnya distrust (kehilangan
kepercayaan), dengan logika “buat apa negara mendirikan lembaga KPK padahalkan
sudah ada polisi dan lembaga peradilan lainnya”, bukankah ini memuai pertanyaan
yang sangat serius.
Pembahas selanjutnya oleh kanda
Saddam Husain dari alumni S1 Administrasi Negara. Kanda saddam mengatakan bahwa
beliau adalah pengguna sosial media sekaligus sebagai pengamat. UU ITE adalah
sesuatu yang bagus sebenarnya karena dianggap sebagai sebuah bentuk pencehagan.
Kanda Saddam Husain mengaitkan UU ITE ini sebagai wujud dari salah satu pepatah
arab yaitu “Lidah itu setajam pisau”. UU ITE sebenarnya ini adalah sesuatu yang
baik, tapi malah menekan kebebasan berpendapat. Kita bisa lihat yang
ditayangkan di televisi bahwa UU ITE banyak menyerang rakyat dibawah. Dan seolah-olah
digunakan untuk pentingan penguasa.
Kanda Saddam Husain memberikan pernyataan
bahwa, “UU ITE ini selain untuk kepentingan kelompok, juga untuk mengatur
masyarakat”. Sebenarnya masyarakat punya hak untuk berkomentar, apakah itu
berpihak kepada pemerintah ataupun tidak memihak, itu adalah hak mereka. Tahun ini
terjadi revisi terhadap UU ITE dengan landasan mengancam kekebebasan
berpendapat.
Namun, didalamnya masih ada pasal 27 yang sebenarnya sangat
mengancam kebebasan berpedapat yang berbunyi “barang siapa yang dengan sengaja
menyebarkan isu yang menyinggu pihak lain”.
UU ITE ini menyinggung masalah
HeadSpeace mengenai tekanan untuk tidak mengeluarkan pendapat yang menginggung
rasa, suku dan sebagainya. Kanda Saddam Husain mengatakan bahwa terdapat Revisi
UU ITE yaitu “orang berhak mendapatkan penghapusan data mengenai kesalahan masa
lalunya” dan “akan dihapuskan media yang berisi konten yang propokatif, serta
tidak memiliki landasan hukum”.
Diskusi Terbuka tentang Penerapan UU ITE di Indonesia |
Selain itu, juga terdapat “penurunan ancaman
pidana yang dulunya 6 tahun dan sekarang hanya 4 tahun” dan penurunan denda”.
Kanda Husain mengungkap dengan tegas bahwa “Kenapa UU ITE berpihak kepada
penguasa karena sistem hukum di indonesia ini sangat ribet dan butuh biaya”. Kanda
Husain juga mengungkap, bahwa saat ini saat ingin berkomentar itu haruslah
disertai dengan rangkaian kata yang baik.
Diskusi ini dibuka dengan pertanyaan
pertama oleh saudara Ayu Friska Amalia, mempertanyakan mengenai dunia virtual
dan media sosial yang sebenarnya sudah dilengkapi dengan Policy Cyber Crime atau polisi media sosial, apakah hal itu akan
menghalangi kebebasan berpendapat.
Kemudian, dilanjutkan dengan pertanyaan dari
saudara Andi Muhammad Fahrul yang cukup menarik mengenai mengapa UU ITE ini dianggap tumpang
tindih dengan kebebasan berpendapat.
Selanjutnya, oleh kanda Hidayat Jabbari
yang mengatakan, “UU ITE terkait dengan kritik-kritik yang ada, dan membatasi
ruang yang ada untuk mengkritik, apakah saat mengkritik dengan menggunakan kata
yang falid dan dia keberatan ataukah saat menggunakan kritik dengan data yang
tidak valid, tapi pihak yang di kritik itu tidak keberatan, yang mana termasuk
pelanggaran?”.
Pertanyaan disambut baik oleh pamateri.
Pertama oleh kanda Abdul Khalik mengenai Policy
Cyber Crime sebenanrnya sama dengan polisi pada umumnya. Media saat ini
sebenarnya sudah mudah di Kooptasi, dengan pelabelan yang beragam.
Namun,
sebenarnya media ini menyampaiakan fakta, tapi tetap terkandung didalamnya
kepentingan politik bermain. Kanda Abdul Khalik mengatakan bahwa, tujuan adanya
mendia adalah untuk mengontrol kejadian-kejadian yang terjadi. Kanda khalik
mengatakan bahwa, “setiap kebijakan yang dianggap tidak baik sebenarnya harus
di kritik, namun bisa dikatakan saluran-saluran politik saat ini itu mandet”.
Sebenarnya
disini gunanya media untuk menyampaikan kritikan tersebut. Pada tahun 90-an itu
kepercayaan masyarakat terhadap media meningkat. Namun, ditahun 2006 kepercayaan
terhadap media itu mulai memudar karena banyaknya media. Saat ini media yang
digunakan adalah media sosial, bukan hanya dari segi viral, tapi juga mudah
diakses.
Dari landasan ini hingga muncul UU ITE untuk membatasi kebebasan yang
tidak terkendali. Kembali kanda Khalik menegaskan bahwa “Kita harus mulai
cerdas dalam menggunakan media sosial, manfaatkan media sosial untuk mengontrol
kekuasaan, jangan banyak membahas dan membawa nama pribadi agar tidak terjerat
UU ITE”.
Hal menarik yang disampaikan bahwa saat ini sosial media melambangkan
potensi dari seseorang . Kanda Khalik dalam menanggapi pertanyaan dari penanya
kedua, beliau mengatakan bahwa, sebenarnya dalam penyebaran informasi itu harus
ditelusuri lebih lanjut.
Selanjutanya sebagai tambahan berlanjut kepada
Kanda Saddam Husain yang mengungkap bahwa, “media mainsteam juga memiliki
kekurangan”, hal ini disinggung karena menganggap bahwa info yang disampaikan
itu sama dan terkesan copy paste. Berdasarkan
UU ITE sebenarnya mengenai “penghapusan media yang tidak berbadan hukum,
sebenarnya mengancam nilai demokrsi kita”, ungkap kanda Saddam Husain. Kanda
Saddam Husain mengatakan bahwa UU ITE ini sebenarnya hanya memihak pada
pencemaran nama baik, terkesan menafikkan bentuk pelanggaran lainnya.
Lucunya dalam
negara ini, “semua hal diatur dalam UU”, ungkap kanda Saddam Husain. Kanda Saddam
Husain mengatakan bahwa, “silahkan berpendapat di media sosial selama ada fakta
dan data”, sungguh ungkapan yang harus diterapkan.
Kanda Saddam husain
mengibaratkan bahwa media sosial ibarat sebuah Stuiom yang dimana setiap yang
ada didalamnya diberikan kebebasan untuk melakukan segala sesuatu dengan
konsekuensi dilihat oleh orang banyak. Kanda Saddam Husain mengatakan bahwa, “besar
indikasi bahwa UU ITE ini membungkap kebebasan berpendapat”.
Sebagai penutup hadir sebuah
pertanyaan dari saudara Alfiana yang menyinggu mengenai UU ITE yang kurang
memperhatikan pihak yang ada diatas. Kemudian, kanda sadaam husain mengatakan
bahwa, “langkah yang dilakukan oleh Antasari sebenarnya sudah tepat dengan
berkomentar di media, tapi itu masalah mereka berdua mengenai pertentangan”. Kanda
Saddam Husain menganggap bahwa, “masyarakat itu mudah di propoganda, dan kita
memilih anggota dewan karena kita suka bukan karena kualitas dan peranannya”. Ditabahkan
oleh kanda Khalik mengungkap bahwa, “itu tidak ubahnya sebagai problematikan
dan cara permainan politik dimedia sosial”.
Closing statemen dari kanda Abdul
Khalik, “saya menentang UU ITE yang dianggap kurang penting, karena saat ini
pemerintah mempunyai cukup banyak piranti untuk mengontrol media sosial, saya
harap agar pemerintah membentuk sebuah badan pers untuk mengontrol mengenai
rana seperti itu.
Yang harus diperhatikan kedepan bahwa bagaimana pemanfaatan
media itu terkait etik bukan dtekan melalui UU. Kita sudah punya KUHP dan untuk
apa lagi dihadirkan UU ITE ?, pergunakan media dengan cermat.
Saat ini kita
belum melihat dampak yang luar biasa. Namun, telah terjadi penangkapan dimanan.
Institusi hukum kita menggunakan sistem ganda. Beberapa kelompok memanfaatkan
UU ITE untuk kepentingan tertentu, sehingga membungkam kebebasan publik.”
Kesimpulan yang dihadirkan dari
diskusi hari ini : mulailah cerdas menggunakan media sosial, mari sama-sama
memikirkan nasib bangsa.
Suara koridor berjalan dengan
sangat interaktif dan ditutup pada pukul 15:34 WITA.
Wassalamualaikum wr wb,
Bersama Bersatu Berjaya,
Kejayaan dalam Kebersamaan.