TAK SEKEDAR MENOLAK ; Mencari “JALAN TENGAH” Posisi Lembaga Kemahasiswaan Pasca PTN - BH
#Menolak lupa,
Itulah hastag yang begitu
populer dikalangan aktivis mahasiswa. Ini diperentuhkan untuk para aktivis yang
hilang saat orde baru dan belum ada perkembangan akan penyelesaian kasus
tersebut. Walaupun beberapa kali presiden yang terpilih juga mengkampanyekan
akan mengusut tuntas kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) tersebut.
Ini merupakan perjuangan
panjang para aktivis HAM di indonesia yang terus berupaya mengadvokasi kasus
tersebut. Walaupun telah lama berlalu, tapi tetap saja kebenaran harus di usut.
Keyakinan itulah yang membuatnya bergerak tanpa kenal lelah dan Menolak
melupakan kasus tersebut.
Namun berbeda dengan generasi
hari ini, dimulai ditahun 2008 perjuangan penolakan terhadap Undang undang
badan Hukum pendidikan (BHP) berakhir dengan manis, UU ini di batalkan oleh
Mahkamah Konstitusi. Walaupun beberapa mahasiswa Unhas yang turun aksi sempat
menjadi korban kekerasan aparat kepolisian.
Setelah dibatalkan, Muncul
kembali undang – undang baru ditahun 2012 tentang pendidikan tinggi. UU No.
12 Tahun 2012 tentang Pendidikan tinggi merupakan landasan hokum bagi sebuah Perguruan Tinggi untuk menerapkan PTN
– BH. Salah satunya adalah Universitas Hasanuddin.
Kemudian, hadir pula PP No. 82 Tahun 2014 pada tanggal 17
Oktober 2014 yang mengukuhkan Unhas sebagai PTN –
BH.
Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2014 menandai babak baru perjalanan Unhas sebagai salah satu Perguruan Tinggi terbaik di
Indonesia. Ya, dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah tersebut maka secara resmi pula –
lah Unhas menyandang gelar sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, atau
yang lazim disebut
PTN – BH. Bersama
10 Perguruan Tinggi lainnya (UI,
IPB, ITB, UGM, UPI, USU, UNAIR, UNDIP, UNPAD, dan ITS), Unhas kini siap menyongsong
era baru dalam sejarah perjalanannya.
PTN – BH merupakan suatu sistem dalam
Perguruan Tinggi yang meminimalkan peran pemerintah terhadap Birokrasi kampus dalam menjalankan sebuah Perguruan
Tinggi. Dengan
kata lain, pihak Birokrasi kampus diberikan kebebasan sebesar –
besarnya untuk mengelola sendiri kampusnya,
termasuk keuangan.
PTN – BH dituntut untuk memiliki kemandirian
agar dapat membiayai pendidikannya sendiri.
Misalnya dengan mendirikan badan usaha komersil,
kerjasama dengan pihak swasta, dan mendapatkan dana dari pihak sketiga.
Pembentukan Unhas sebagai PTN –
BH tidak serta
– merta berjalan dengan mulus.
Gelombang aksi penolakan dari kalangan mahasiswa adalah yang
menjadi kendala utama.
Mahasiswa yang melakukan aksi penolakan beranggapan bahwa Unhas belum siap menyandang
status tersebut. Masih banyak hal – hal yang
harus diperbaik ioleh Universitas sebelum mendapat gelar tersebut.
Tak hanya pihak yang
menyatakan menolak
PTN – BH, ada pula pihak yang menyatakan sikap mendukung pemberlakukan sistem PTN –
BH di Universitas Hasanuddin dengan alas an kelebihandari
PTN – BH jika diterapkan
di kampus ini.
Perjuangan
gerakan penolakan gerakan kemahasiswaan sepertinya menghadapi banyak tantangan.
Bahkan Unhas semakin gencar mengeluarkan kebijakan – kebijakan terkait
penerapan Unhas sebagai perguruan tinggi berbadan hukum seperti pembentukan
wali amanat.
Lantas
sampai dimana pencapaian gerakan mahasiswa dalam penolakan status PTN BH? Kita
tak lagi mendengar suara megaphone yang memacetkan jalan dan membisingkan
rektorat Unhas. Kita pun tak lagi menemukan tulisan – tulisan yang mengritik
tajam PTN BH di mading – mading kampus, semakin jarang diskusi pelataran yang
memperdebatkan PTN BH. Pertanyaan kemudian, sejauh mana penolakan kita? Jangan
sampai kita hanya sebatas menolak tanpa bergerak.
Apakah kita akan tinggal berdiam diri?
Ataukah kita telah menjadi bagian dari apatisme gerakan
mahasiswa?
Ataukah kita memang tak punya lagi jalan untuk berjuang?
Sepertinya
memang kita perlu mengintropeksi diri. Lembaga kemahasiswaan perlu berbenah.
Pasca kongres Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas hasanuddin di hutan
pendidikan Unhas beberapa waktu lalu. Kita belum merasakan kepemimpinan
presiden mahasiswa yang baru. Jangan sampai kongres ini tak membuahkan hasil
ataukah memang untuk sekedar meloloskan akreditasi?
Begitu
pun dengan wali amanat, ada perwakilan mahasiswa didalamnya. Apakah yang
ditunjuk betul betul sebagai refresentasi mahasiswa atau tidak? Apakah memang
belum di isi atau ditiadakan. Tapi kita butuh mengetahui wakil kita, kalau
memang telah ada.
Tentunya,
kejayaan Unhas hanya bisa terwujud jika sinergi antara kampus dan lembaga
kemahasiswaan berjalan dengan baik. Jika kita semua bersepakat dengan hal
demikian, tentinya kita akan mencari “jalan tengah” untuk menyikapi pro kontra
penerapan PTN BH di Unhas.
Tentunya, nalar kritis kita akan selalu tergerak untuk
melawan segala bentuk penindasan.
Salam perjuangan!!!
Karena kita TAK SEKEDAR MENOLAK