Pengembangan Aparat Birokrasi berdasarkan Merit system dalam Hal Rekruitment
Penerapan sistem merit (merit
system) yaitu adanya kesesuaian antara kecakapan yang dimiliki seorang
pegawai dengan jabatan yang dipercayakan kepadanya, meliputi tingkat pendidikan
formal, tingkat pendidikan non formal/diklatpim, pendidikan dan latihan teknis,
tingkat pengalaman kerja, dan tingkat penguasaan tugas dan pekerjaan. Sedangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem merit (merit
system) dalam kebijakan promosi jabatan di daerah meliputi regulasi,
kontrol eksternal dan komitmen pelaku.
Setiap kali dibuka pendaftaran calon Pegawai Negeri
Sipil (PNS), pelamarnya selalu membeludak. Ini dapat dimengerti mengingat
profesi yang satu ini masih menjadi lahan yang selalu diperebutkan meski dengan
gaji yang kata sebagian orang cukup pas-pasan akan tetapi dinilai memiliki masa
depan yang cukup terjamin. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika setiap kali
dibuka pendaftaran, orang pun berjubel bak semut untuk membentuk konsentrasi
massa. Dan bahkan, begitu besarnya animo masyarakat untuk melamar pekerjaan ini
sehingga tidak jarang berbagai masalah yang muncul baik sebelum maupun setelah
pengumuman hasil tes CPNS seperti mulai dari munculnya dugaan kasus suap
menyuap dalam bentuk uang pelicin untuk lulus seleksi, maraknya praktik
percaloan dan beredarnya surat sakti, penundaan pelaksanaan ujian seleksi
selama beberapa waktu, beredarnya isu terjadinya kebocoran soal tes. Dan adanya
kelulusan ganda sampai kepada persoalan munculnya masalah terhadap LJK (Lembar
Jawaban Komputer) dan skoring.
Meskipun masalah di atas hanya terjadi di beberapa
daerah, akan tetapi mekanisme penerimaan CPNS seperti itu akan berpotensi untuk
menimbulkan keresahan sosial dan dapat berakibat munculnya amuk massa sebagai
manifestasi dari rasa ketidakpuasan dan protes masyarakat terhadap prosedur
penerimaan CPNS yang dinilai sarat dengan nuansa politik KKN, sembrawut,
persiapan yang diduga kurang matang serta minimnya koordinasi untuk
mengantisipasi berbagai masalah yang diperkirakan timbul selama masa pendaftaran
dan setelah pengumuman hasil seleksi penerimaan CPNS.
Timbulnya setumpuk masalah dalam seleksi penerimaan
CPNS tentu saja tidak lepas dari kinerja birokrasi sebagai lembaga yang dinilai
memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengelola proses rekrutmen CPNS.
Apalagi, dalam masyarakat yang sifatnya heterogen yang terdiri dari aneka warna
kepentingan dan kebutuhan yang seringkali membuat seseorang ingin memaksakan
keinginannya di atas kepentingan masyarakat luas. Kondisi seperti inilah yang
kemudian tumbuh dan berkembang secara luas di tengah masyarakat dan menjadi
salah satu pemicu munculnya berbagai bentuk penyakit dan masalah lain yang dihadapi
oleh birokrasi.
Tantangan lain yang muncul dalam birokrasi adalah
prosedur kerja yang tidak efisien dan efektif. Itulah sebabnya, mengapa sering
muncul kesan yang kurang baik terhadap kinerja birokrasi yang sering
dihubungkan dengan mekanisme kerja dan kegiatan administrasi yang cenderung
lamban dan berbelit-belit (Red Tape). Akibatnya, mereka yang berurusan dengan
birokrasi dengan prosedur kerja seperti ini harus menghabiskan biaya, tenaga
dan waktu yang cukup banyak untuk sesuatu urusan yang sebenarnya sangat
sederhana, efisien dan dengan biaya yang murah. Dan yang lebih aneh lagi, jika
muncul pula sebagian birokrat yang bermental arogan, sok tahu, tidak disiplin,
memiliki etos kerja yang lemah, dan suka mengaburkan masalah.
Salah satu upaya yang harus dilakukan oleh birokrasi
publik untuk meminimalisir segala bentuk penyimpangan dalam rangka proses
penerimaan CPNS adalah dengan cara menerapkan merit system.
Suatu model Perekrutan yang mana calon yang lulus
seleksi benar-benar didasarkan prestasi, kompetensi, keahlian maupun pengalaman
calon sehingga dengan demikian tipe rekrutmen yang bersifat spoil system (sistem
pemanjaan) yang lebih ditekankan pada hubungan patrimonial dapat dieliminasi.
Dengan menerapkan tipe merit system, ini berarti bahwa calon yang lulus dalam
seleksi dijamin memiliki kualitas yang baik yang dapat mendukung kinerja
birokrasi untuk lebih optimal di masa yang akan datang. Selain itu, untuk
mencapai tujuan ini, ada juga beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka
melakukan reformasi dalam tubuh birokrasi, antara lain: Pertama, Transparansi.
Di tengah semakin derasnya arus tuntutan masyarakat terhadap terwujudnya tata
pemerintahan yang baik, maka prinsip keterbukaan harus ikut mewarnai mekanisme
perekrutan CPNS. Ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kinerja
birokrasi yang bersifat terbuka dan transparan dalam menyampaikan informasi dan
data yang akurat kepada masyarakat tentang mekanisme seleksi mulai dari masa
pendaftaran hingga pengumuman hasil ujian sehingga dengan demikian masyarakat
dapat memberikan penilaian yang lebih objektif dan rasional terhadap kinerja
birokrasi.
Kedua, Akuntabilitas publik. Mengingat seleksi
penerimaan CPNS berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat luas, maka adalah
wajar jika seluruh tindakan, perilaku dan aktivitas serta segala kebijakan
dalam birokrasi harus pula dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebaliknya,
masyarakat harus lebih proaktif untuk bertindak dalam melakukan kontrol
terhadap birokrasi sehingga seluruh tugas dan tanggung jawab yang dilakukan
oleh para birokrat baik yang bersifat administratif maupun fungsional
senantiasa diorientasikan pada komitmen dan keberpihakan bagi kepentingan
publik.
Ketiga, pelayanan yang profesional. Kualitas
pelayanan birokrasi kepada masyarakat sangat dipengaruhi berbagai faktor
seperti: kualitas kepemimpinan dalam birokrasi, prosedur pelayanan sifatnya
harus efisien, sederhana, mudah dijangkau di semua lapisan masyarakat, tepat,
jelas dan aman.
Di samping itu, untuk lebih mengoptimalkan
pelayanannya kepada publik, khususnya dalam kaitannya dengan proses rekrutmen
CPNS, maka posisi birokrasi harus netral sebagai mesin pemerintahan yang
melaksanakan tugas-tugas administrasi dan operasional secara proporsional,
rasional, objektif. Ini sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk
mencegah jangan sampai birokrasi menjadi arena pertarungan dari berbagai bentuk
intervensi dan konflik kepentingan di antara individu atau kelompok yang pada
akhirnya menjadikan birokrasi tidak dapat bekerja secara sehat, efektif,
profesional dan mandiri.Keempat, kehadiran lembaga independen.
Belajar dari beberapa pengalaman masa lalu tentang
mencuatnya sejumlah kasus seperti adanya oknum tertentu yang dengan sengaja
meminta uang semir, isu beredarnya surat sakti dari beberapa pejabat dan dengan
terjadinya kebocoran soal dalam proses seleksi penerimaan CPNS, maka untuk mengantisipasi
semua permasalahan ini, dirasa perlu untuk membentuk suatu lembaga pemantau
yang sifatnya independen yang terdiri dari sejumlah tokoh dan mewakili sejumlah
komponen masyarakat yang bertugas untuk membantu birokrasi pemerintah, terutama
dalam melakukan pemantauan dan pengawasan baik selama masa pendaftaran maupun
setelah ujian seleksi CPNS dilaksanakan.