DEWA KEMAKMURAN MENJAJAH MORAL INDONESIA
Oleh : Resky Amalia P
Globalisasi adalah proses mendunianya “sesuatu” yang berupa
kapital, ilmu, teknologi, nilai dan moral manusia. Dewasa ini, kapital global
yang dimiliki oleh negara-negara kapitalis beroperasi keseluruh dunia
seolah-olah tanpa hambatan. Bahkan sebagian negara-negara sedang berkembang
termasuk Indonesia mengharapkan kedatangan mereka. Mereka dipuja sebagai dewa
penolong yang bisa mengentaskan kemiskinan rakyat dan mampu menjadi pemutus
vicious circle of poverty ( lingkaran setan kemiskinan ) yang tak henti-hentinya
terus terjadi di Indonesia.
Sebagian para ahli pikir, globalisasi dinyatakan sebagai
neo-kolonialisme atau penjajahan baru, dan sebagian yang lainnya menyatakan
bahwa gloalisasi sebagai “ dewa kemakmuran”. Sebagai neo-kolonialisme,
globalisasi menjajah kembali seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari
kehidupan ekonomi, politik bahkan moral manusia pun ikut terjajah. Disisi lain,
Dikatakan dewa kemakmuran karena globalisasi
mampu memakmurkan rakyat melalui utang luar negeri yang digunakan sebagai modal
pembangunan.
Nampak jelas, gejala sosial dewasa ini adalah adanya krisis moral
akibat dari globaliasi. Masalah korupsi misalnya, yang tampaknya telah berkembang dan subur di
Indonesia. Terjadinya korupsi disebabkan karena
moral dari setiap individu tersebut. Bukan sistem yang salah, bahkan bukan
karena aturan yang salah akan tetapi tak lain dan tak bukan yang menjadi pokok
permasalahan disini yaitu masalah moral, yang merupakan masalah yang sulit
untuk ditemukan solusinya. Einsten pernah berkata bahwa “Lebih
mudah mengubah plutonium dari pada mengubah sifat jahat manusia”. Artinya
berbicara mengenai masalah moral sangat sulit menemukan solusi yang tepat
karena kunci dari solusi dari masalah moral terdapat pada individu itu sendiri.
Kecintaan tanah air dan NKRI adalah mutlak bagi seluruh warga
negara Indonesia terlebih lagi para wakil rakyat , para menteri agar tak
berlaku SARA dalam menjalankan segala kebijakannya di negeri yang berbhinneka
ini. Jangan sampai ada menteri yang hanya mementingkan kelompok dan partainya
saja karena inilah sumber kerusakan di setiap instansi dan departemen di negeri
ini. Sikap mementingkan kelompok sendiri dalam segala kebijakan akhirnya
menjadikan suatu kebijakan itu hanya menguntungkan pihak-pihak
tertentu saja. Lagi-lagi Einstein berkata “ “Kebanyakan orang mengatakan bahwa
kecerdasanlah yang melahirkan seorang ilmuwan besar. Mereka salah, karakterlah
yang melahirkannya “.
Globalisasi telah menghilangkan harkat dan martabat manusia. Harga
dirinya telah tenggelam dalam dimensi uang sehingga menjadi komoditi yang hanya
mempunyai nilai guna dan nilai tukar. Kedudukan sosial telah didominasi oleh
segelintir orang yang memiliki kapital dalam hal ini para imposiblehand
sehingga menjadi hina-papa, hidup tanpa hari depan yang jelas. Disamping itu
globalisasi telah menghancurkan moral manusia yaitu dari hidup berdampingan
secara damai dan saling memangsa untuk mendapatkan sumber-sumber daya ekonomi.
Moral religius merupakan moral yang mutlak adanya diyakini oleh
setiap individu namun nyatanya moral religius pun sedikit demi sedikit mulai dikikis
oleh gelombang kapital global yang melanda kehidupan umat manusia sedunia.
Manusia sebagai makhluk individu dihancurkan oleh globalisasi. Manusia hanya
menjadi makhluk ekonomi yang bersifat “ homo homini lupus dan homo economicus”
(manusia serigala bagi lainnya, dan manusia hanya berfikir untung rugi saja).
Dewasa ini manusia seperti serigala bertemu serigala yang saling memangsa
karena mementingkan kehidupan materiil saja, yaitu kehidupan ekonomi. Nilai
sosial lama yang berciri solidaritas, kesetiakawanan, kebersamaan, kejujuran
dan keutuhan, kini telah berubah menjadi nilai baru yang berciri ekonomis yang
hanya memikirkan untung ruginya saja. Kini manusia menjadi terasing terhadap,
masyarakatnya, negaranya, kehidupan spriritualnya, bahkan sampai pada dirinya
sendiri. Manusia direduksi menjadi salah satu unsur ekonomi yaitu menjadi salah
satu faktor produksi saja, atau manusia telah sebagai barang dagangan.
Keadaan moral dan gaya hidup masyarakat maupun
pemerintahan Indonesia saat ini telah mengalami kerusakan dan perlu di perbaiki
lagi. Sebab gaya hidup dan moral mereka sudah tidak sesuai lagi dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Padahal Bangsa Indonesia
harus bangga karena memiliki pancasila yang merupakan sebuah ideologi yang bisa
mengikat bangsa Indonesia yang demikian besar dan majemuk. Pancasila adalah
dasar negara yang mempersatukan bangsa sekaligus sebagai bintang penuntun
(leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya.
Dalam posisinya yang seperti itu, pancasila merupakan sumber jati diri,
kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa.
Solusi
dari kondisi manusia yang demikian itu adalah bahwa manusia harus kembali kejati
dirinya yaitu manusia harus mampu menempatkan dirinya sebagai makhluk ditempat
tertinggi ciptaan Tuhan yang harus menjadi pengelola dunia ini untuk kehidupan
bersama yang di berkati oleh Allah.
Perluasan kapital global milik negara-negara kapitalis harus tunduk pada
kodrat manusia sebagai makluk tertinggi ciptaan tuhan. Para rohaniawan harus
bekerja bahu membahu mewaspadai gerak kapitalis global agar supaya tidak
menjadi raksasa yang menghancurkan harkat dan martabat manusia. Dalam
kehidupan itu biasa ada kerikil, ada batu, yang menjadi penghambat dalam
kehidupan namun hambatan itulah yang menjadi sebuah tantangan. Yang penting
adalah bagaimana mengelola dan melewati tantangan tersebut. Karena dalam
kehidupan itu penuh keriangan didalamnya
ada kebahagiaan, kebajikan dan kebebasan.
Sumber
:
Prawironegoro,
Darsono, Ekonomi Politik
Globalisasi.Jakarta: Nusantara Consultating, 2010.
Sekretariat
jenderal, Empat pilar kehidupan berbangsa
dan bernegara .2012
Thoha,Mifta,
Birokrasi & Plotik di Indonesia , Jakarta : PT Grafindo Persada, 2002