"ANCAMAN DAN TANTANGAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)"
Saat ini pemerintah terus
menggalakan ekspor non migas. Hal ini dilakukan karena ekspor migas sendiri
terus mengalami penurunan sejak dekade tahun 90-an. Beberapa produk komoditi
unggulan masih didominasi oleh produk-produk primer seperti hasil Pertambangan,
pertanian dan beberapa produk manufaktur yang berifat low technology (low
tech). Menurunnya ekspor migas memberi isyarat bagi Pemerintah mengambil
langkah kebijakan meningkatkan ekspor non migas. Hal ini dimaksudkan guna
peningkatan penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja maupun penerimaan
pajak. Produk manufaktur yang merupakan produk ekspor unggulan Indonesia,
diantaranya adalah produk ban kenderaan roda dua dan empat, batik, minyak
kelapa sawit, ikan kaleng dan lain-lain (footwear product). Persaingan
produk-produk sekarang ini makin tajam dengan munculnya industri-industri
produk sejenis di beberapa negara seperti negara-negara Asean, Jepang, China,
Korea Selatan, India dan lain-lain.
Kurang kondusifnya lingkungan usaha
memiliki implikasi besar terhadap penurunan daya saing ekonomi, terutama bagi
sektor-sektor industri sebagai lapangan kesempatan kerja utama dan sektor
manufaktur yang merupakan salah satu motor bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut
catatan World Economic Forum (WEF) tahun 2004, posisi daya saing
Indonesia masih berada pada urutan ke-69 dari 104 negara yang diteliti. Posisi
tersebut sesungguhnya telah naik dari urutan ke-72 pada tahun sebelumnya. Namun
demikian, dibandingkan dengan beberapa negara pesaing di kawasan ASEAN, posisi
ini relatif lebih buruk. Sebagai contoh, Malaysia pada tahun 2004 berada pada
urutan ke-31 sedangkan Thailand berada di posisi ke-34. Negara ASEAN yang
posisi daya saingnya dibawah Indonesia adalah Filipina (urutan ke-76) dan
Vietnam (urutan ke-77).
Terpuruknya daya saing tersebut
merupakan akibat dari berbagai faktor. Menurut
tolok ukur WEF, diidentifikasi 5 (lima) faktor penting yang menonjol.
Pada tataran makro, terdapat 3 (tiga) faktor, yaitu: (a) tidak kondusifnya
kondisi ekonomi makro; (b) buruknya kualitas kelembagaan publik dalam
menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan (c) lemahnya
kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan
produktivitas. Sementara itu, pada tataran mikro atau tataran bisnis, 2 (dua)
faktor yang menonjol adalah: (a) rendahnya efisiensi usaha pada tingkat
operasionalisasi perusahaan; dan (b) lemahnya iklim persaingan usaha.
Menurut catatan IMD, rendahnya kondisi daya saing Indonesia, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian
nasional dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: (a) buruknya kinerja
perekonomian nasional yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan
internasional, investasi, ketenagakerjaan, dan stabilitas harga, (b) buruknya
efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan
keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan
perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi akibat kerangka
institusi publik yang masih banyak tumpang tindih, dan kompleksitas struktur
sosialnya, (c) lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi
dan inovasi secara bertanggung jawab yang tercermin dari tingkat produktivitasnya
yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya
keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif
belum profesional, dan (d) keterbatasan di dalam infrastruktur, baik
infrastruktur fisik, teknologi, dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan.
Dengan berbagai persoalan dalam
dunia usaha di Negara Indonesia yang telah diuraikan di atas, menjadi kendala
dan ancaman baginya dalam menghadapi ASEAN Economic Community pada tahun 2015
nanti, kendala dan ancaman ini bila tidak diatasi sesegera mungkin maka dalam
persaingan pemasaran produk, produk local kita akan kalah bersaing
dengan produk impor baik dari segi kualitas maupun dari segi harga, yang akan
berdampak pada terdegradasinya income dunia usaha domestic bahkan
dunia usaha kita akan bangkrut atau gulung tikar. Bila hal ini terjadi maka
pengangguran dan kemiskinan akan semakin tinggi serta menurunnya daya beli
masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia pun akan mengalami
kemerosotan.
Dari beberapa kendala itu Indonesia
harus melakukan pembenahan di segala aspek mulai dari pengingkatan SDM,
perbaikan infrastruktur, dan juga keamanan. Untuk mengantisipasi kendala dan
ancaman dalam menghadapi ASEAN Economic Community, setidaknya ada beberapa
strategi yang perlu dilakukan oleh bangsa ini. Pertama, pengembangan sumber
daya manusia. SDM Indonesia harus memiliki keahlian di atas keahlian SDM asing,
karena jika tidak bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan negara lain.
Dengan peningkatan kualitas SDM, kita dapat bertahan dalam perdagangan bebas
ini. Peningkatan SDM juga sangat berpengaruh terhadap peningkatan nilai jual
produk, maupun nilai jual tenaga kerja. Kedua, pemerintah harus melakukan percepatan
terkait peningkatan daya saing industri dan penegakan hukum secara tegas
terhadap produk ilegal. Ketiga, penguatan pasar domestik dengan cara
meningkatkan pengawasan terhadap ekspor dan impor.
Dengan
demikian dalam pasar bebas ASEAN, dimana seluruh negara harus melakukan
liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara
bebas dan arus modal yang lebih bebas sebagaimana yang telah digariskan dalam
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. Pasar bebas ASEAN berdampak cukup besar
bagi semua sektor perdagangan, termasuk sektor manufaktor. Penurunan dan
penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan
mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi inilah
yang cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh pada eksistensi produk lokal,
peningkatan daya saing produk lokal sangat diperlukan menghadapi pasar bebas
ASEAN 2015 mendatang, diantaranya: 1)Menigkatnya efisiensi, efektifitas, dan
kualitas produksi, 2) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka
meningkatkan daya saing, 3) Memperluas jaringan pemasaran, 4) Meningkatkan
kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi
pemasaran dan lobby. Bila perbaikan itu telah dilakukan sesegera mungkin
oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya. Maka akan dapat memeberikan
peluang bagi industry-industri manufaktur Indonesia untuk memasarkan produknya
dan mampu bersaing dengan produk-produk impor baik di dalam negeri maupun
produksi industry manufaktur Indonesia memiliki kualitas ekspor untuk bersaing
diluar negeri